Jagalah kebiasaan Anda agar tetap positif karena ia akan menjadi nilai hidup Anda. Jagalah nilai hidup Anda agar tetap positif karena ia akan menjadi tujuan hidup Anda

Selasa, 15 Februari 2011

Buku oh Buku

Tak dapat dipungkiri, buku merupakan sumber belajaŗ yang utama dan menjadi sarana penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Buku sekolah, khususnya buku pelajaran, merupakan media pembelajaran yang memiliki peran dominan di kelas dan menjadi bagian sentral dalam sistem pendidikan Karena buku merupakan alat yang penting untuk menyampaikan materi kurikulum, maka buku sekolah menududuki peranan sentral pada semua jenjang pendidikan. Hasil penelitian Supriyadi (1997) yang dilakukan terhadap 867 SD dan MI di Indonesia mencatat bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku pelajaran di SD berkorelasi positif secara signifikan dengan hasil belajarnya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi akses siswa terhadap buku pelajaran, maka semakin tinggi pula hasil belajarnya. Oleh karena itu, setiap upaya untuk meningkatkan akses terhadap buku akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil studi tersebut sebetulnya konsisten dengan sinyalemen World Bank (1989) yang menegaskan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas sekolah lainnya berkorelasi positif dengan prestasi belajarnya.
Karena alasan tersebut di atas, maka pemerintah, sebagaimana juga banyak negara lain di dunia, melakukan investasi besar-besaran dan terkadang intervensi- untuk penyediaan buku sekolah. Hingga tahun 2000 tidak kurang dari US$ 355,2 juta (lebih dari 3 triliun rupiah) telah dialokasikan untuk pengadaan buku SD dan SLTP untuk mencapai rasio 1 buku : 1 siswa.

PERMASALAHAN UMUM PERBUKUAN
Buku-buku sekolah di Indonesia yang meliputi buku pelajaran, buku bacaan, dan buku sumber menguasai sekitar 65 % pangsa pasar buku di Indonesia. Populasi yang dilayaninya mencapai lebih dari 44,8 juta siwa dan lebih dari 2,6 juta guru seluruh jenjang Negeri dan Swasta (Data Depdiknas, 2004). Setiap tahunnya ratusan milyar rupiah dana dialokasikan oleh pemerintah untuk pengadaan buku. Tentunya, dana yang dibelanjakan oleh orang tua siswa untuk membeli buku-buku pelajaran tidak kalah besarnya dengan anggaran pemerintah. Dengan potensi pasar perbukuan yang sedemikian besar secara keseluruhan tentunya juga menyimpan potensi permasalahan yang tidak sederhana.
Setidaknya, permasalahanan tersebut dapat dikategorikan pada beberapa permasalahan berikut:
  1. Kualitas Buku Sekolah
Buku-buku sekolah di Indonesia sangat beragam jenis dan kualitasnya. Permasalahan kualitas buku tentu saja bukan permasalahan yang sederhana, karena berkaitan dengan kualitas penulisan buku, sistem penilaian buku, dan berbagai regulasi lainnya. Kualitas buku berkaitan dengan kualitas fisik yang secara langsung dipengaruhi oleh faktor produksi, dan kualitas isi buku yang juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Berkaitan dengan kualitas buku sekolah yang sangat bervariasi tentunya menjadi persoalan tersendiri. Berkaitan dengan pengadaan, persoalan yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan buku-buku sekolah yang berkualitas dalam jumlah yang besar untuk semua atau sebagian besar siswa, sehingga penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, yang tercermin pada prestasi belajarnya, dapat meningkat. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas buku sekolah namun masih terdapat beberapa beberapa kelemahan yang terkait dengan kualitas isi buku sekolah.
Sinyalemen Utomo Dananjaya (Nopember 2008) yang melaporkan hasil penelitian tentang kualitas buku sekolah menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan yang menyangkut aspek pedagogis dari materi isi buku sekolah, dan bahkan ditemukan pula adanya konten materi yang dapat dikatakan tertinggal dari perkembangan ilmu pengetahuan terkini. Kualitas isi buku juga secara tidak langsung berkaitan dengan remunerasi terhadap penulis, sistem rabat yang menjadi acuan penerbit, regulasi harga bahan baku kertas, dan lain sebagainya.
  1. Distribusi buku sekolah memiliki rantai distribusi yang cukup panjang karena melibatkan penerbit, distributor buku, toko buku, guru dan sekolah, serta pemerintah pusat dan daerah. Seringkali terjadi konflik antara berbagai kalangan tersebut. Selama ini buku-buku sekolah diperoleh siswa melalui berbagai cara. Sekolah dan pemerintah turut terlibat mempengaruhi distribusi buku mulai dari sistem penilaian buku, pemberian rekomendasi buku layak pakai, dan penjualan buku di sekolah baik melalui sekolah, guru, maupun koperasi sekolah. Penerbit sendiri, di samping memiliki jaringan sampai ke sekolah juga memiliki jaringan distribusi dengan kalangan distributor dan toko buku.
Perkembangan Kebijakan Perbukuan di Indonesia. Penuntasan wajib belajar mutlak membutuhkan ketersediaan buku pelajaran yang berkualitas. Kenyataannya, pemerintah sendiri tak mampu melaksanakan tanggungjawabnya. Setidaknya hal tersebut bisa terlihat dari kebijakan perbukuan termasuk dukungan pembiayaannya. Selama ini kebijakan buku pelajaran sangat dipengaruhi oleh dimensi politik dan ekonomi. Pada era orde baru, pemenuhan buku pelajaran ditanggung pemerintah dan berlaku turun temurun, namun hal itu dilakukan karena adanya kepentingan hegemoni dan indoktrinasi pemerintah terhadap masyarakat. Pengadaan buku pelajaran menjadi hak monopoli pemerintah bekerjasama dengan Balai Pustaka.
Pada era ini berbagai masalah penyimpangan mulai banyak terjadi, mulai dari praktek penyuapan penerbit kepada pemerintah, pembelian kertas yang diarahkan kepada perusahaan tertentu hingga maraknya jual beli buku di sekolah. Belakangan ketika informasi tentang berbagai penyimpangan semakin menjadi konsumsi publik, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri No 11 Tahun 2005 tentang larangan praktek jual beli buku di sekolah sekaligus menetapkan buku berstandarisasi nasional yang dapat berlaku selama lima tahun. Untuk mendukung regulasi tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan BOS khusus buku dengan pendanaan sebesar 900 miliar. Dana ini akan digunakan untuk pembelian buku yang dibagikan secara gratis kepada sekitar 40 juta siswa dengan asumsi nilai buku sebesar Rp. 22.000,00/ siswa. Sayangnya, ketika kebijakan ini belum maksimal dilaksanakan, terjadi krisis minyak yang menyebabkan harga minyak dunia melambung tinggi. Pemerintah yang panik akibat terkena dampak krisis kemudian melakukan pengetatan APBN, semua anggaran departemen termasuk Depdiknas dikurangi. Kondisi inilah yang diperkirakan menjadi asal muasal lahirnya kebijakan buku elektronik, indikasinya jelas subsidi BOS buku berkurang dari Rp. 22.000,-/siswa menjadi Rp. 11.000,/ siswa. Seperti diketahui, Pemerintah baru saja mengeluarkan Permendiknas No.2 Tahun 2008 tentang buku. Melalui permendiknas ini, Depdiknas akan membeli hak cipta dari penulis dan distribusinya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Depdiknas. Setidaknya Depdiknas mengalokasikan dana sebesar 20 miliar untuk pembelian hak cipta sebanyak 295 jilid buku. 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Sweet Tomatoes Printable Coupons